Pesan

Silahkan tinggalkan Komentar Anda demi memajukan Blog ini

Kamis, 30 April 2015

Makalah Bahasa Indonesia Tentang Ragam Bahasa

                                                                                                                                            I.            PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu dari bangsa Indonesia yang sudah dipakai oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, namun tidak semua orang menggunakan tata cara atau aturan-aturan yang benar, salah satunya pada penggunaan bahasa Indonesia itu sendiri yang tidak sesuai dengan Ejaan maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh karena itu pengetahuan tentang ragam bahasa cukup penting untuk mempelajari bahasa Indonesia secara menyeluruh yang akhirnya bisa diterapkan dan dapat digunakan dengan baik dan benar sehingga identitas kita sebagai bangsa Indonesia tidak akan hilang.
Bahasa Indonesia perlu dipelajari oleh semua lapisan masyrakat. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja, tetapi semua warga Indonesia wajib mempelajari bahasa Indonesia. Dalam bahasan bahasa Indonesia itu ada yang disebut ragam bahasa. Dimana ragam bahasa merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya berbeda-beda. Ada ragam bahasa sastra dan ada ragam bahasa jurnalistik. Disini yang lebih lebih ditekankan adalah ragam bahasa sastra dan ada ragam bahasa jurnalistik , karena lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan ngobrol, puisi, pidato,ceramah,dll.
Pidato sering digunakan dalam acara-acara resmi. Misalnya pidato pesiden, pidato dari ketua OSIS, ataupun pidato dari pembina upacara. Sistematika dalam pidato pun hendaklah dipahami betul-betul. Agar pidato yang disampaikan sesuai dengan kaidah yang benar. Pidato sama halnya denan ceramah. Hanya saja ceramah lebih membahas tentang keagamaan.kalau pidato lebih umum dan bisa digunakan dalam banyak acara.

B.     Rumusan Masalah

·         Apa yang dimaksud Ragam Bahasa Sastra?
·         Apa yang dimaksud Ragam Bahasa Jurnlistik?

C.    Tujuan Masalah

·         Mempelajari tentang Ragam Bahasa Sastra
·         Mempelajari tentang Ragam Bahasa Jurnlistik










                                                                                                                                            II.            PEMBAHASAN

1.     Ragam Bahasa Sastra


            Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat yang tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
            Jika ditelusuri lebih jauh, ragam berdasarkan cara pandang penutur dapat dirinci lagi berdasarkan ciri:
(1) kedaerahan,
(2) pendidikan, dan
(3) Sikap penutur
            Sehingga di samping ragam yang tertera diatas, terdapat pula ragam menurut daerah, ragam menurut pendidikan, dan ragam menurut sikap penutur. Ragam menurut daerah akan muncul jika para penutur dan mitra komunikasinya berasal sari suku/etnik yang sama. Pilihan ragam akan beralih jika para pelakunya multietnik atau suasana berubah, misalnya dari takresmi menjadi resmi.
            Penetapan ragam yang dipakai bergantung pada situasi, kondisi, topik pembicaraan, serta bentuk hubungan antar pelaku. Berbagai faktor tadi akan mempengaruhi cara pandang penutur untuk menetapkan salah satu ragam yang digunakan (dialeg, terpelajar, resmi, tak resmi).
            Dalam praktek pemakaian seluruh ragam yang dibahas diatas sering memiliki kesamaan satu sama lain dalam hal pemakaian kata. Ragam lisan (sehari-hari) cenderung sama dengan ragam dialek, dan ragam tak resmi, sedangkan ragam tulis (formal) cenderung sama dengan ragam resmi dan ragam terpelajar. Selanjutnya, ragam terpelajar tentu mirip dengan ragam ilmu.
            Dibawah ini akan saya berikan contoh ragam-ragam tersebut. Ragam ilmu sengaja dipertentangkan dengan ragam non-ilmu demi kejelasan ragam ilmu itu sendiri. Kecuali ragam ilmu, contoh ragam yang berdasarkan topik pembicaraan tidak diberikan disini. Ragam hukum, bisnis, sastra, dan lain-lain, umumnya sarat dengan istilah khusus sesuai dengan topiknya masing-masing.

Ragam
Contoh
a.Lisan : Sudah saya baca buku itu.
b.Tulis : Saya sudah membaca buku itu.
c.Dialek : Gue udah baca itu buku.
d.Terpelajar : Saya sudah membaca buku itu
e.Resmi : Saya sudah membaca buku itu
f.Tak Resmi : Sudah saya baca buku itu.
2.    Ragam Bahasa Jurnalistik
Bahasa bersifat arbitrer atau manasuka. Artinya bahasa dapat di-manfaatkan oeh siapa pun dan kapan pun dengan menyesuaikan situasi dan kondisinya sesuai perkembangan zaman. Karena bahasa selalu mengalami perkembangan sehingga muncul berbagai ragam atau variasi dalam pemakaiannya. Kridalaksana (dalam Rohmadi, 2011:73) mendefinisikan ragam bahasa sebagai variasi bahasa menurut pemakaian yang berbeda-beda me-nurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, dan menurut medium bicaranya.
Ragam bahasa jurnalis sebagai salah satu varian dari ragam bahasa Indonesia merupakan ragam bahasa yang digunakan oleh para jurnalis/ wartawan dalam menulis karya-karya jurnalistik. Karena  memiliki keter-batasan ruang dan waktu , maka ragam bahasa jurnalistik dituntut untuk selalu berpegang pada rinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohmadi (2011:74) :
Ragam bahasa jurnalistik sebagai salah satu varian dari pemakaian bahasa di dalam kehidupan sehari-hari harus singkat, jelas, dan efektif. Pemakaian ragam jurnalistik dituntut untuk menyesuaikan dengan media yang digunakan sangat terbatas, maka harus selalu berpegang pada prinsip kepadatan, keefektifan, dan kejelasan.
Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik surat kabar, bahasa jurnalistik tabloid, bahasa jurna-listik majalah, radio siaran, televisi . Selain harus tunduk kepada kaidah atau prinsip-prinsip umum bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik juga memiliki ciri-ciri yang  spesifik. Adapun ciri utama dari bahasa jurnalistik yang secara umum berlaku antara lain sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, me-narik, demokratis, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istilah tenis, dan tunduk kepada kaidah serta etika ba-hasa baku (Sumadiria, 2008:53).

a.      Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang hetrogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karak-teristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalstik.

b.      Singkat.

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroslan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom hala-man surat kabar, tabloid atau majalah sangat terbatas, sementara isi-nya banyak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi dan karakteristik pers.

c.       Padat
Padat dalam bahasa jurnalistik menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan dalam bukunya Tehnik Jurnalistik (1996:45) berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis membuat banyak infor-masi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Tetapi kalimat yang padat mengandung lebih banyak informasi.
  1. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau pengahlusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga etrjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
  1.  Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagi contoh, hitam adalah warna yang jelas, begitu juga dengan putih kecuali jika keduanya digabungkan maka akan menjadi abu-abu . per-bedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah susunan unsur kalimat (SPOK), dan jelas sasaran atau maksudnya.
  1.  Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memilki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan keculai fakta, kebenaran, kepentingan publik. Dalam perspektif orang-orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (positive thinking) dan menolak pola pikir negatif (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif , kepala dingin, hati jernih, dan dada lapang semua fenomena dan persoalan yang teradapat dalam masyarakat dan pemerintah dapat terlihat .
  1. Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera pembaca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku.
  1.  Demokratis
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, se-hingga sama sekali tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
  1. Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca dari pada kalimat pasif. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear dan strong). Kalimat aktif lebih me-udahkan pengertian dan memperjelas tingakt pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat pemahaman.
  1. Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus seder-hana, mudah dipahami, ringan dibaca. Salah satu cara untuk itu ialah de-ngan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komuniats tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat ba-hasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Jika peng-gunaan istilah teknis tersebut tidak dapat dihindarkan, maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
Surat kabar yang  lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, men-cerminkan surat kabar tersebut kurang melakukan pembinaan dan pelatih-an terhadap wartawannya; tidak memiliki editor bahasa; tidak me-miliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan;dan tidak me-miliki sikap profesional dalam mengelola penerbiatan pers yang ber-kualitas.
  1. Tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku
Pers, sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku, bahasa pers harus baku, benar, dan baik.
Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, kata-kata vulgar, kata-kata berisi sumpah serapah, kata-kata hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau dengan rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

                                                                                                                                                     III.            PENUTUP

D.    Kesimpulan

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Dalam konteks ini ragam bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa baku tulis.
Pada ragam bahasa baku tulis diharapkan para penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menggunakan Ejaan bahasa yang telah Disempurnakan (EYD), sedangkan untuk ragam bahasa lisan diharapkan para warga negara Indonesia mampu mengucapkan dan memakai bahasa Indonesia dengan baik serta bertutur kata sopan sebagaimana pedoman yang ada.
                                                                                                                            IV.             DAFTAR PUSTAKA


Makalah Bahasa Indonesia Tentang EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)


Makalah Bahasa Indonesia

Tentang : EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)




  
D
I
S
U
S
U
N

            OLEH                              : SATRIO BUDI HARJO
            NIM                                 :1305057

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PGSD
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
UPP IV BUKIT TINGGI
 2013


 I.            PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagaialat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secaratulisan, di zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini, masyarakatdituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami infrormasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar, sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan tepat, dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakanmedia tersebut secara baik dan benar. Dalam memadukan satu kesepakatan dalam etika berbahasa, disinilah peran aturan baku tersebut di gunakan, dalam hal ini kita selaku warga Negara yang baik hendaknya selalu memperhatikan rambu-rambu ketata bahasaan Indonesiayang baik dan benar. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sub. materi dalam ketata bahasaan Indonesia, yang memilik peran yang cukup besar dalam mengatur etika berbahasasecara tertulis sehingga diharapkan informasi tersebut dapat di sampaikan dan di fahamisecara komprehensif dan terarah. Dalam prakteknya diharapkan aturan tersebut dapatdigunakan dalam keseharian Masyarakat sehingga proses penggunaan tata bahasa Indonesiadapat digunakan secara baik dan benar.
B. RUMUSAN MASALAH
  1.  
    1. Apa yang dimaksud dengan pengertian EYD?
    2. Baagaimana sejarah perkembangan EYD?
    3. Bagaimana ruang lingkup EYD?
  1. TUJUAN
    1. Untuk mengetahui pengertian EYD
    2.  Untuk Mengetahui sejarah  EYD.
    3.  Untukmengetahui Ruang lingkup EYD.

  





II.            PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
            Ejaan yang disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,  Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan caramenuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasademi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis.Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasanmakna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalulintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudimematuhi rambu-rambu yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib danteratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.
2.2  SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen
            Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.
2. Ejaan Suwandi
            Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan imi mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diterapkan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia  Nomor : 57/1972 tentang peresmian berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan dapat  terwujud dengan baik.
PERUBAHAN PEMAKAIAN HURUF
DALAM TIGA EJAAN BAHASA INDONESIA
Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
(mulai 16 Agustus 1972)
Ejaan Republik
(Ejaan Soewandi)
1947-1972
Ejaan Ophuysen
(1901-1947)
Khusu
Jumat
Yakni
Chusus
Djum’at
Jakni
Choesoes
Djoem’at
Ja’ni
2.3 RUANG LINGKUP EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur, dan (5) pemakaian tanda baca. 3)
1)    Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan  dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A             a
B             b
C             c
D            d
E             e
F             f
G            g
H            h
I              i
a
be
ce
de
e
ef
ge
ha
i
J              j
K            k
L             l
M            m
N            n
O            o
P             p
Q            q
R            r
je
ka
el
em
en
o
pe
ki
er
S             s
T             t
U            u
V             v
W            w
X             x
Y             y
Z             z
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Huruf Vokal
Contoh pemakaian dalam kata
Di awal
Di tengah
Di akhir
A
e
i
o
u
api
enak
itu
oleh
ulang
padi
petak
simpan
kota
bumi
lusa
sore
murni
radio
ibu
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Huruf konsonan
Contoh pemakaian dalam kata
Di awal
Di tengah
Di akhir
B
c
d
f
g
h
j
k
l
m
n
p
q
r
s
t
v
w
x
y
z
bahasa
cakap
dua
fakir
guna
hari
jalan
kami
lekas
maka
nama
pasang
Quran
raih
sampai
tali
varia
wanita
xenon
yakin
zeni
sebut
kaca
ada
kafan
tiga
saham
manja
paksa
alas
kami
anak
apa
Furqan
bara
asli
mata
lava
hawa
-
payung
lazim
adab
-
abad
maaf
balig
tuah
mikraj
politik
kesal
diam
daun
siap
-
putar
lemas
rapat
-
-
-
-
juz
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Huruf Diftong
Contoh pemakaian dalam kata
Di awal
Di tengah
Di akhir
Ai
au
oi
ain
aula
-
syaitan
saudara
boikot
pandai
harimau
amboi
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.5)
Gabungan huruf konsonan
Contoh pemakaian dalam kata
Di awal
Di tengah
Di akhir
Kh
ng
ny
sy
khusus
ngilu
nyata
syarat
akhir
bangun
hanyut
isyarat
tarikh
senang
-
arasy

2)    Penulisan Huruf
Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1) penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut :

a. Penulisan Huruf Besar (Kapital)
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :

1)      Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.               
      Misalnya : 1. Dia menulis surat di kamar. 2. Tugas bahasa Indonesia sudah dikerjakan.
2)      Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.          
      Misalnya : 1. Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”. 2.“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.
3)      Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.          
      Misalnya : 1. Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang. 2. Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.
4)      Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang. 
      Misalnya : 1. Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin. 2. Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.
5)      Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat. 
      Misalnya : 1. Wakil Presiden Yusuf  Kalla memberi bantuan mobil. 2. Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik. 3. Dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Depdiknas. 4. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan menerima laporan korupsi.
6)      Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.                     
      Misalnya : 1. Nurhikmah, 2. Dewi Rasdiana Jufri
7)      Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa. 
      Misalnya : 1. bangsa Indonesia, 2. suku Sunda, 3. bahasa Inggris
8)      Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.                 
      Misalnya : 1. tahun Hijriyah hari Jumat 
                         2. bulan Desember hari Lebaran               
                         3. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
9)      Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.  
      Misalnya :1.Laut Jawa Jazirah Arab 
                       2. Asia Tenggara Tanjung Harapan
10)  Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung. 
       Misalnya : 1. Republik Indonesia 
                         2. Majelis Permusyawaratan Rakyat
11)  Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan. 
       Misalnya : 1. Surat Saudara sudah saya terima. 
                         2. Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.
12)  Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.             
       Misalnya : 1. Surat Anda telah saya balas. 
                         2. Sudahkah Anda sholat?
13)  Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.  
      Misalnya : 1. Dr. => doktor , 
                        2. S.H. => sarjana hokum
14)  Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. 
      Misalnya: 1. Perserikatan Bangsa-Bangsa                
                       2. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
15)  Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar,  dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung. 
      Misalnya : 1. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.                
                        2. Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.

b. Penulisan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
1)      Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya : 1. Buku Negarakertagama karangan Prapanca.            
                        2. Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca. 
                        3. Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.
2)      Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata. 
      Misalnya : 1. Huruf pertama kata abad adalah a. , 
                        2. Dia bukan menipu, tetapi ditipu
                        3Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.
3)      Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.                       
      Misalnya : 1. Politik devideet et impera pernah merajalela di Indonesia.

3)    Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
1.      Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan. Misalnya : 1. Dia teman baik saya.
2.      Kata Turunan (Kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
·         Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.              
      Misalnya : 1. membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.
·         Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata. 
      Misalnya : 1. bertepuk tangan, 2. sebar luaskan.
·         Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.                                 
      Misalnya : 1. menandatangani, 2. keanekaragaman.
·         Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya : 1. antarkota, 2. mahaadil, 3. subseksi, 4. prakata.

3.      Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :
·         Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.                                 
      Misalnya : 1. laki => lelaki
·         Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.           
      Misalnya : 1. rumah => rumah-rumah
·         Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.                   
      Misalnya : 1. sayur  => sayur-mayur
·         Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan. 
      Misalnya : 1. main => bermain-main

4.      Gabungan Kata

·         Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah  khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.                          
      Misalnya : 1. mata kuliah, 2. orang tua.
·         Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.                                            
      Misalnya : 1. ibu-bapak, 2. pandang-dengar.
·         Gabugan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai. 
      Misalnya : 1. daripada, sekaligus, 2. bagaimana, 3. barangkali.

a.       Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti kumunya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya : 1. kubaca, 2. kaupinjam, 3. bukuku, 4. tasmu, 5. sepatunya.
b.      Kata Depan (di, ke, dari)
Kata depan dike, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada
Misalnya : 1. Jangan bermian di jalan, 2. Saya pergi ke kampung halaman. 3. Dewi baru pulang dari kampus.
5.      Kata Sandang (si dan sang)
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. 
Misalnya :1. Nama si pengrimi surat tidak jelas, 2. Anjing bermusuhan dengan sang kucing.
6.      Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut :
·         Partikel –lah-kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. 
      Misalnya : 1. Bacalah buku itu baik-baik!,
                        2. Apakah yang dipelajari minggu lalu?,                                                                                                   3. Apakah gerangan salahku?
·         Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah menyatu. 
      Misalnya : 1. Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.
·         Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. 
      Misalnya : 1. Rapor siswa dilihat per semester.

7.      Singkatan dan Akronim

·         Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih. 
      Misalnya : 1. dll = dan lain-lain,2. yth = yang terhormat
·         Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. 
      Misalnya : 1. SIM = Surat Izin Mengemudi,    2. IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan

8.      Angka dan Lambang Bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu : (1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X.
Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :
1)      Bilangan utuh. Misalnya : 15 => lima belas
2)      Bilangan pecahan. Misalnya : 3/4   => tiga perempat
3)      Bilangan tingakt. Misalnya : Abad II => Abad ke-2
4)      Kata bilagan yang mendapat akhiran –an.
Misalnya : tahun 50-an => lima puluhan
5)      Angka yang mneyatakan bilagnan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Misalnya : Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.
6)      Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya : Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar) 55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)
7)      Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.

4)    Penulisan Unsur Serapan
            Dalam hal penulisan unsur serapan  dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia  bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia  itu dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :
  1. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.
  2. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara      adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.
5)    Pemakaian Tanda Baca
  1. Tanda Titik (.)
Penulisan tanda titik di pakai pada :
·         Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
·         Akhir singkatan nama orang.
·         Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
·         Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.Bila singkatan itu terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
·         Dipakai untuk  memisahkan bilangan atau kelipatannya.
·         Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
·         Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
·         Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan  atau ilustrasi dan tabel.

2.      Tanda koma (,)
Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
·         Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
·         Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
·         Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
·         Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat.  Termasuk kata : (1) Oleh karena itu, (2) Jadi, (3) lagi pula, (4) meskipun begitu, dan (5) akan tetapi.
·         Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
·         Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
·         Dipakai diantara  : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3)  tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
·         Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
·         Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
·         Menghindari terjadinya salah baca di belakang  keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
·         Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
·         Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
·         Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.

3.      Tanda Titik Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada :
·         Akhir kalimat tanya.
·         Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
4.      Tanda Seru ( ! )
Tanda seru dugunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kseungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
5.      Tanda Titik Koma  ( ; )
Tanda titik koma dipakai :
·         Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
·         Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

6.      Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai :
·         Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
·         Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
·         Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
·         Di antara jilid atau nomor dan halaman.
·         Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
·         Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
·         Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.

7.      Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
8.      Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di pakai :
·         Dalam penomoran kode surat.
·         Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

9.      Tanda  Penyingkat  atau Apostrof ( ‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
10.  Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
Tanda petik tunggal dipakai :
·         Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
·         Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

11.  Tanda Petik ( “…” )
Tanda petik dipakai :
·         Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
·         Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
·         Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.

III.            PENUTUP
A.KESIMPULAN
Berdasarkan pada uraian pada Bab terdahulu maka dapatlah  ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah perlambangan bunyi bahasa, pemisahan, penggabungan dan penulisannya dalam suatu bahasa.
2.  Ruang lingkup EYD mencakupi lima aspek, yaitu: Pemakaian tanda baca, Penulisan unsur serapan, Penulisan Kata, Penulisan huruf, Pemakaian huruf.


DAFTAR PUSTAKA

·         Keraf, 1999: 3-6
·         Ketentuan pemakaian EYD beserta contoh sebagian besar dikutif dari buku pedoman umum ejaan yang disempurnakan. ( jakarta: balai pustaka 1991 ).